Ada yang bilang kenapa kopi Mas Komar? Kenapa bukan yang lain. Lebih menjanjikan secara bisnis. Lalu, Kenapa Kopi? Tentu ada alasan, ini menjadi penting. Tahun 2009 saya didiagnosa menderita penyakit diabetes militus tipe 2. Rasanya kaget banget. Namun rasa kaget itu hanya berlangsung sesaat tak sampai 3 bulan saya beraktivitas seperti biasa dan tidak merasakan apapun.
Itu kesalahan saya. Gila kerja. Semangat begitu menggelora. Dan Puncaknya tahun 2015 saya ambruk. Hampir satu tahun saya muntah darah. Setiap hari seperti makan obat. Rasanya plong kalau darah sudah tertumpah.
Untung saat itu Bos Aca–sapaan akrab H. Ardiansyah, SH, (Pimpinan Radar Lampung Group, Advokat, Ketua Perabiz Lampung, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Lampung, Red), datang ke rumah. Beliau meminta saya konsen untuk melakukan penyembuhan. Secara medik saya sudah sangat parah. Bobot tubuh saya dari sebelumnya kisaran 75 – 80 kg melorot drastis hingga 36 kg. Tak banyak sejawat yang tahu. Mereka jika berhubungan dengan medsos selalu saya bilang sedang bermeditasi. Hehehhehe
Berat. Sungguh berat hampir semua organ dalam saya bermasalah semua. Mulai dari jantung, liver, pankreas, empedu dan ginjal menunjukkan gejala bermasalah semua.
Stress itu pasti. Nah saya merasa beruntung sekali punya istri yang luar biasa. Namanya Endang Purwaningsih. Demi merawat saya dia rela untuk tidak bertugas ditempat yang memerlukan keahliannya sebagai dokter.
Anak saya juga luar biasa. Mereka paham betul kapan saat ayahnya kalau istilah saya gagal napas. Maka dua tabung oksigen selalu disiapkan mereka. Cepat cepat mereka memakaikan alat itu ke saya. Aktivitas itu jadi terbiasa, karena hampir dua kali dalam seminggu saya mengalami gagal napas tersebut. Belakangan baru tahu saya paru paru saya sebelah sudah tidak berkembang akibat komplikasi diabet dan teman-temannya itu.
Timbul pertanyaan kenapa istrinya dokter kok kena penyakit seperti itu? Untuk pertanyaan ini biasanya langsung saya jawab itu kesalahan saya. Sampai menangis istri saya meminta saya untuk berobat ke rumah sakit. Bahkan dia sudah menyiapkan koleganya sesama alumnus kedokteran UGM untuk merawat saya. Dan jawabannya pasti saya tolak. Hehehe saya merasa sehat. Saya selalu bilang selama saya masih bisa kerja itu artinya sehat. Belum pingsan. Belum tepar. Meskipun saya harus tidak tidur bermalam malam.

Lalu kenapa kopi. Nah, usai saya operasi itu terjawab. Mungkin tubuh ini sudah tidak kuat lagi akhirnya di awal tahun 2018 saya pingsan lalu di bawa ke rumah sakit. Kemudian diagnosanya jelas, saya harus segera dioperasi. Akhir Februari saya bisa keluar rumah sakit dengan catatan. Luar biasa rasanya. Gak enak pake banget. Kanan kiri inpus. Dada bolong. Saluran selang gak tahu dimana mana. Yang paling parah gak bisa gerak. Kebayang capenya.
Di rumah yang ada merenung aja. Soalnya jalan lima langkah seperti sudah lari puluhan kilo meter. Gak kuat. Napas terengah enggah. Padahal sebelum pingsan masih bisa normal napasnya. Sempat berpikiran negatif. Untung mantan pacar mengingatkan untuk tidak menyalahkan siapa siapa dan introspeksi diri. Akhirnya saya berlatih untuk berjalan lagi. Makan teratur lagi. Dan Alhamdulillah berangsur sehat lagi.
Usai sakit saya harus terus menggunakan insulin dan minum obat untuk mengendalikan gula darah saya. Mangkel lagi harus ketemu jarum suntuk hampir 5 kali sehari termasuk cek gula dua kali sehari. Saat terbengong bengong itulah saya mencoba kopi buatan istri. Rasanya menurut saya enak sekali. Saya terus terang tidak suka kopi. Tapi Cuma minuman itu saja yang tersedia dan itupun sisaan punya nyonya. Kebetulan tanpa gula. Seminggu saya lakoni dan saat periksa gula darah membaik terus.
Apa ini karena kopi? Saya terus bereksperimen. Seminggu akhirnya saya minum kopi. Saya beli grinder dan biji kopi, bukan bubuk. Gula darah terus turun. Akhirnya manteng di 160 GDS. Wah ada apa ini. Saya tidak gunakan insulin. Tentu lagi lagi saya bandel tanpa memberitahu mantan pacar. Tapi ngopi yang sebelumya dua kali sehari saya naikkan dosisnya 3 kali sehari.
Tibalah saat itu. Saat nyonya mengecek persedian insulin. Dia kaget. Dibohongi lagi oleh saya. Marah. Pake banget. Sambil nangis dia bilang kalau saya enggak cinta lagi dengan dirinya. Cie, cie romantis banget. Akhirnya saya jelaskan eksperimen yang saya lakukan. Dan dia mengecek langsung. Dan dia ahirnya baru percaya. Akhirnya saya ngopi deh tiga kali sehari sampai sekarang.
Dengan Kopi ini juga akhirnya cita cita kami untuk terus berbagi jadi semakin tinggi. Selain sharing tentang berbagai treatment agar bersahabat dan mampu mengendalikan penyakit hal lain yang penting kami bisa berbagi soal wirausaha. Dengan Warkop WAW kami bisa mewujudkan konsep “Tumbuh Bersama dalam Kebersamaan”.
Dikonsep ini Warkop WAW dirancang untuk bekerjasama dengan semua stake holder agar mampu mengembangkan jiwa kewirausahaannya melalui berbagai platform. Mulai dari pelatihannya, aplikasi hingga displaynya. Kenapa Bisa? Pelatihan bisa dilakukan di Warkop WAW dengan bimbingan para praktisi aktif terutama dari mereka yang berkecimpung di marketplace.
UMKM kita support untuk berkembang. Untuk Warkop WAW? Tidak. Tapi untuk mereka agar lebih mudah bergerak dan mampu berkembang cepat. Tidak hanya itu anak anak muda juga kami lirik untuk berkembang. Salah satunya melalui media mengajar di kampus. Kami senang karena dengan kopi bisa banyak berkolaborasi. Inilah yang menguatkan kami ternyata Kopi bisa menyatukan semuanya tanpa sekat. Mimpi kami sederhana. Ke depan ada lembaga khusus yang melahirkan entrepreneur dengan konsep benar-benar mandiri dan aplikatif.(*)